Monkasel darn Kali Mas nan resik |
Sepanjang jalan, aku terpana menyaksikan betapa bersihnya
jalanan dan sungai yang membelah kota Surabaya. Ketegasan Sang Walikota
Surabaya yang terkenal senang turba
terjun langsung menangani permasalahan di kotanya itu membuatku menjadi salah seorang
pengagum beliau.
Sekitar 15menit kemudian, Supir menghentikan kendaraannya di sebuah perempatan jalan dan kami dipersilakan turun. Di seberang Kali Mas nan resik, terlihat sebuah kapal selam nyasar berwarna hijau dan hitam. Di haluannya bertuliskan Pasopati dan angka 410 di bagian atasnya.
Pasopati nan gagah |
Cukup Rp 10.000,00 |
Monkasel ini diresmikan tahun 1998 oleh Kepala Staf TNI AL,
Laksamana Arief Kushariadi , sebagai bentuk penghormatan atas jasa kapal selam
Pasopati yang telah menjadi salah satu al... andalan TNI AL saat itu.
Tidak seperti perkiraanku, ternyata interior di dalam kapal
selam amatlah sempit. Konon para ABK (Anak Buah Kapal) golongan bintara dan
tamtama yang bertugas di kapal selam, dipilih yang berpostur kecil ramping.
Tabung-tabung peluncur torpedo di haluan |
Tabung peluncur di bagian buritan, dengan ukuran lebih kecil |
Kebayang tidur di tempat sempit sambil diayun gelombang... |
Hanya bisa dilalui yang berbadan mungil?? |
Kami berlanjut ke ruangan berikutnya. Ruang utama rupanya. Pintu penghubung antar ruangan, berupa pintu besi kedap air berbentuk lingkaran.
Banyak instrumen menarik berikut penjelasannya terpampang
dan mudah dibaca. Pengunjungpun diperkenankan untuk mencoba.
Tak menyia-nyiakan
kesempatan emas ini, Pia dan Haqi saling bertumpu untuk melihat pemandangan di
jalan depan Monkasel melalui periskop yang walaupun sudah tidak dapat
digerakkan ke kiri-kanan, atas ataupun bawah, ternyata masih berfungsi untuk
melihat suasana di luar kapal.
Kelihan...kelihatan... ;) |
Ruang Video Rama |
Kolam renang |
Asyk juga rendevouz di sini ;) |
Kemudi dan baling-baling di bagian buritan |
-------------------------
Setelah lelah berkeliling dua tempat wisata di kota Pahlawan
ini, kami bersiap-siap menuju Sidoarjo, mengunjungi soulmateku semasa kuliah, Rina dan Indra. Batere hapeku telah
mati total, akhirnya aku hanya mengandalkan secarik kertas bertuliskan alamat
mereka. Bermodalkan tanya sana-sini serta berganti tiga kali naik angkot,
akhirnya kami diantarkan oleh sebuah line
langsung ke rumah Rina-Indra, yang terletak di pinggir tol Surabaya-Sidoarjo.
Kupikir, daripada aku naik taxi, yang kemungkinan juga akan diajak
berputar-putar dan nyasar, lebih baik aku naik line saja. Supirnya baik hati, bersedia mengantarku hingga tujuan,
dengan modal menelpon beberapa temannya yang tahu wilayah tempat tinggal
Rina-Indra.
Kedatangan kami disambut kehebohan. Indra tak menyangka
bahwa line yang berhenti tepat di
gerbang rumahnya adalah aku. Kami disuguhi mie ayam dengan porsi besar.
Sayangnya, kondisi perut yang masih terisi, serta agak masuk angin akibat
perjalanan panjang sebelumnya, membuat selera makanku berkurang. Maapkan diriku
ya, kawan...
Puas bernostalgia menjalin tali silaturahmi dengan sang soulmate yang putra bungsunya memilih
untuk masuk pesantren ini, menjelang magrib akupun pamit pulang. Indra mengantarkan
kami hingga terminal bus Purabaya. Aku sengaja memilih naik bus AC jurusan
Surabaya-Malang, supaya cepat sampai, dengan resiko tarif lebih mahal Rp
25.000,00 per orang. Padahal sewaktu berangkat tadi pagi, aku hanya perlu
mengeluarkan uang Rp 27.000,00 bertiga untuk bus ekonomi AC yang kami naiki. Badanku
terlalu lelah dan kakiku rasanya sulit untuk diajak jalan jauh kembali.
Alhamdulillah, tepat jam setengah tujuh malam, kami tiba dengan selamat di Rumah Palang. Pengalaman jalan-jalan yang tak terlupakan. Pertama, karena aku belum pernah berkeliling Surabaya dengan kendaraan umum, kedua.. ya karena aku nekad berangkat sendiri bersama Haqi dan Pia, padahal aku tidak terlalu familiar dengan kota Surabaya.
Terakhir ke sana tiga tahun yang lalu, saat kami bersilaturahim ke Rina-Indra, terus lanjut menyeberang ke Pulau Madura. Kala itu, kami sempat tersesat mencari jalan menuju Jembatan Suramadu yang terkenal itu. Beberapa kali memutari jalan yang sama, hanya karena terlalu percaya pada GPS. Sejak saat itu, serta setelah mendengar keluhan dari beberapa orang yang nyasar gara-gara mengandalkan teknologi satelit, akhirnya kuputuskan lebih baik banyak bertanya, daripada sesat di jalan!!!
-------------------------
RaDal, 040915 (17’56)
*destinasi sebelumnya
*dari monkasel, lanjut ke mari dah
#turiskere
#ngebolang
#backpacker
#familybackpacker
#monkasel
#museumkapalselam
#wisatakemonkasel
#destinasidikotasurabaya
*destinasi sebelumnya
*dari monkasel, lanjut ke mari dah
#turiskere
#ngebolang
#backpacker
#familybackpacker
#monkasel
#museumkapalselam
#wisatakemonkasel
#destinasidikotasurabaya
1 komentar:
makasih uni Betty... btw, yg keren monkasel'nya kaan? bukan foto palagi orangnya? :D
Posting Komentar